Press Release: Puluhan Tukik di Pantai Airkuning Dilepas ke Laut Sebagai Bagian dari Upaya Edukasi ke Masyarakat

Lebih dari delapan puluh telur penyu lekang (Lepidochelys olivacea) telah menetas di lokasi pelestarian penyu yang pertama dan satu-satunya di wilayah Desa Air Kuning, Kabupaten Jembrana, Bali. Tempat pelestarian penyu ini dikelola oleh kelompok masyarakat pelestari penyu bernama Segara Urip dengan dukungan ProFauna Indonesia. Bayi-bayi penyu yang disebut dengan tukik itu akan dilepas oleh kelompok Segara Urip dengan melibatkan perangkat desa seperti Perbekel dan Kelian Banjar pada tanggal 4 September 2013. Disamping itu diundang pula Tim Resort KSDA Jembrana, Pamangku dari Pura Dalam Air Kuning, Siswa-siswi SMP Negeri 5 Air Kuning dan Sispala (Siswa Pecinta Alam) dari SMP Negeri 1 Mendoyo. Pelepasan tukik ini adalah upaya edukasi ke masyarakat Air Kuning tentang pentingnya melestarikan penyu

Kelompok pelestari penyu 'Segara Urip' sejatinya telah lama merasa prihatin dengan keadaan penyu di wilayah pantai Air Kuning yang semakin menghadapi tantangan. Berbagai macam masalah muncul terhadap pelestarian penyu antara lain pengambilan penyu oleh masyarakat secara sembunyi-sembunyi untuk dijual atau diambil dagingnya,  ancaman abrasi yang membuat telur penyu busuk dan tidak menetas, serta pemasangan beton penghalang ombak yang menghalangi penyu untuk bertelur.

Dari sekian banyak masalah yang muncul itu, pengambilan penyu secara ilegal adalah masalah yang paling parah dalam usaha pelestarian hewan langka ini. Dengan bimbingan dari ProFauna,  Segara Urip memulai proyek pelestarian penyu di Pantai Air Kuning sejak tahun 2013. Kegiatan konservasi penyu di Air Kuning meliputi patroli malam yang melibatkan para mantan pemburu penyu, relokasi telur ke tempat yang lebih aman, dan pelepasan tukik ke laut. Segara Urip sepakat dengan konsep ProFauna dalam pengelolaan penyu yaitu tidak akan menahan tukik dalam waktu lama untuk dipertontonkan kepada turis, atau tidak akan menjadikan tukik sebagai sarana atraksi untuk mendapatkan uang. Tukik yang baru menetas secepat mungkin harus dilepas ke laut untuk mempertinggi daya kelangsungan hidupnya di alam.

Juru kampanye ProFauna Indonesia, Bayu Sandi, mengatakan "praktik penahanan tukik untuk keperluan mendapatkan uang dari turis adalah sebuah bentuk eksploitasi serius terhadap satwa yang telah dilindungi oleh hukum Indonesia." ProFauna berpendangan bahwa menahan tukik berlama-lama dalam bak penampungan itu adalah sebuah bentuk eksploitasi atas nama konservasi.

Semua jenis penyu di Indonesia telah dilindungi oleh Peraturan Pemerintah (PP) no 7 tahun 1999, ini berarti segala bentuk perdagangan penyu baik dalam keadaan hidup, mati, maupun bagian dari tubuhnya seperti  telur adalah dilarang. Menurut Undang Undang No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya pelaku perdagangansatwa dilindungi seperti penyu itu bisa dikenakan hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta.

Untuk informasi lebih lanjut silahkan hubungi

Bayu Sandi (ProFauna Campaign Officer)

Email : bayu@profauna.net, Hp: 085755067691

© 2003 - 2024 ProFauna Indonesia

ProFauna Indonesia (Temukan kami di Google+) adalah lembaga independen non profit berjaringan internasional
yang bergerak dibidang perlindungan dan pelestarian satwa liar dan habitatnya.