- English
- Bahasa Indonesia
Tatkala Petani Hutan di Batu Upacara ”Merdeka Hutanku”
Semilir angin menerpa Gunung Pucung di kawasan selatan lereng Gunung Arjuno, Kota Batu, Jawa Timur, Kamis (17/8/2023), tatkala puluhan petani dari Desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji, bersiap menyambut detik-detik peringatan Hari Ulang Tahun Ke-78 Kemerdekaan RI.
Di bawah cuaca yang tidak begitu terik karena mendung, pagi itu mereka akan mengikuti upacara bersama lembaga pemerhati hutan dan satwa PROFAUNA Indonesia, Perhutani, Batalyon Kesehatan Divisi 2 Kostrad, Kelompok Tani Hutan, serta sejumlah mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Malang, dan pengelola wisata.
Tak ada pakaian dan seragam khusus yang dikenakan oleh para petani hutan itu. Sebagian kaum perempuan menggunakan kebaya dengan caping di kepala. Sementara kaum pria mengenakan jaket, topi, dan sepatu bot. Tepat pukul 10.00, upacara pun digelar secara khidmat dan lancar.
Seusai upacara dilanjutkan dengan merawat bersama tanaman yang mereka tanam tahun 2022 lalu dan edukasi soal tanaman kopi yang bisa menjadi pengganti vegetasi semusim. Ini adalah kali pertama para petani di Batu mengikuti upacara Hari Kemerdekaan.
"Remen, nembe niki upacara (senang, baru kali ini ikut upacara)," ujar Suparno (71), salah satu petani. Dia mengaku selalu senang ketika 17-an tiba. Begitu pula tahun ini, Suparno merasakan perayaan HUT RI terasa berbeda, lebih ramai dan semarak dibandingkan beberapa tahun terakhir. Perkampungan penuh dengan atribut dan hiasan bernuansa merah putih.
Sebagai petani, ia pun memaknai kemerdekaan dengan sederhana. Ketika harga jual hasil bumi bagus, ditambah perlengkapan dan faktor penunjang pertanian, seperti cuaca dan pupuk kandang tercukupi, maka baginya itu sudah merdeka.
Petani memanfaatkan lahan di kawasan Gunung Pucung untuk beragam tanaman, mulai dari sayuran, kopi, apel, hingga bunga-bunga rotansia. Sementara Suparno mengolah lahan milik Perhutani seluas 7.000 meter persegi dengan beberapa jenis tanaman, di antaranya jahe dan kunyit.
"Harga masih stabil. Untuk jahe Rp 10.000 per kilogram meski tak semahal tahun 2015 yang mencapai Rp 40.000 per kg. Sekarang banyak petani di tempat lain menanam jahe sehingga terjadi persaingan harga," katanya.
Petani lanjut usia itu pun mengaku bisa meraup Rp 20 juta hanya dari 2.500 meter persegi tanaman jahe miliknya yang dipanen dua tahun sekali, belum termasuk jenis tanaman lain. Sementara petani lain yang memiliki lahan lebih luas dipastikan mendapatkan penghasilan berkali lipat darinya.
Ketua Kelompok Tani Hutan Wonomulyo Sunarto mengatakan, dengan tema "merdeka hutanku", petani harus bisa mengambil makna bukan serta-merta mereka merdeka menggarap hutan dengan sebebas-bebasnya. Namun, arti merdeka hutanku harus bisa disikapi dengan beberapa hal, yakni petani harus hati-hati mengelola hutan.
Sejauh ini petani sudah sering mendapat sosialisasi bagaimana cara mengelola lahan hutan yang baik. "Panjenengan (Anda) sudah terima Surat Keputusan Pehutanan Sosial dari kementerian--saya wanti-wanti (ingatkan) panjenengan semua untuk perhatikan norma, aturan, dan aspek dalam perhutanan sosial," kata Sunarto yang pada kesempatan itu menjadi pembina upacara.
Dengan demikian, dalam merdeka hutanku, lanjut Sunarto, bahwa petani merdeka mengelola hutan, tetapi tetap dalam koridor. Dalam perhutanan sosial, petani harus tetap memerhatikan aspek ekologi lingkungan, aspek sosial, dan aspek ekonominya.
Jika ketiga aspek itu berhasil untuk mengelola hutan, dia yakin istilah medeka hutanku niscaya akan memberikan manfaat kepada petani, baik dalam bentuk keuntungan ekonomi maupun ekologi.
Tak hanya kepada petani, Sunarto juga mengingatkan para pengelola jasa lingkungan untuk wisata agar mereka tetap mematuhi aturan. Bagaimana kegiatan di hutan produksi dan hutan lindung sudah ada standar operasional dan prosedurnya.
Berbicara ekologi penting karena kawasan lereng Gunung Arjuno di Kota Batu punya peran vital. Tempat itu merupakan hulu daerah aliran Sungai Brantas yang melintasi belasan kota/kabupaten di Jawa Timur.
Pada November 2021 lalu, terjadi bencana banjir bandang yang menerjang sejumlah desa di Kecamatan Bumiaji. Bencana itu menewaskan tujuh orang dan merusak sejumlah rumah, perkebunan, dan fasilitas lain.
"Saya wanti-wanti. Petani adalah pejuang pangan. Panjenengan mengolah hutan sehingga aspek lingkiungan harus diperhatikan. Jangan sampai banjir bandang 2021 terjadi lagi. Jangan sampai petani hutan terkena dampaknya," ucapnya.
Sunarto pun berharap ke depan petani tak hanya mengembangkan kawasan sekitar hutan untuk tanaman pangan, tetapi juga diarahkan pada hasil hutan lainnya. Selama ini, sebagian besar petani memanfaatkan hutan untuk tanaman pangan. Sedikit yang memanfaatkan di luar itu, seperti kayu-kayuan dan ternak.
Mengenai merdeka hutanku, pendiri PROFAUNA Indonesia, Rosek Nursahid, menilai, ini adalah wujud bahwa petani hutan punya kemerdekaan untuk turut menjaga kelestarian lingkungan sekitar. Petani hutan juga perlu diberi kesempatan untuk ikut mengelola hutan.
"Hutan tidak hanya tentang manusia, petani hutan, tetapi juga ada kemerdekaan-kemerdekaan lain, termasuk satwa liar yang tinggal di ekosistem hutan. Kami melihat ada dua aspek itu terkait merdeka hutanku," katanya.
Meski sosialisasi kepada petani kerap dilakukan, kegiatan upacara bersama memiliki nilai tersendiri. Melalui upacara bersama, Rosek berharap rasa nasionalisme petani akan tergugah. Melalui momentum 17-an, mereka diingatkan bahwa kemerdekaan yang telah diraih oleh pendahulu harus diteruskan, bukan dengan melawan musuh, melainkan menjaga hutan.
Sumber: Kompas