Selamatkan Taman Nasional Baluran!

Kelestarian taman nasional Baluran yang berada di Kabupaten Situbondo, Jawa timur terancam dengan kehadiran perusahaan pengolahan nikel (smelter) yang berbatasan dengan kawasan taman nasional. Kehadiran pabrik pengolahan nikel itu dikuatirkan akan memberikan dampak buruk kepada kelestarian ekosistem dan satwa liar di Taman Nasional Baluran, baik dampak secara langsung maupun tidak langsung. Apalagi Baluran menjadi habitat satwa liar yang punya mobilitas tinggi seperti banteng, kerbau liar, rusa, dan ajag.

Pantauan organisasi Protection of Forest & Fauna (PROFAUNA) pada akhir Agustus 2014, perusahaan pengolahan nikel itu sudah melakukan pembukaan lahan (land clearing) di lahan yang berbatasan dengan taman nasional Baluran. Pembukaan lahan itu hanya berjarak sekitar 500 meter dari pos masuk menuju taman nasional. "Pembukaan lahan seperti itu mengancam keselamatan satwa liar, karena satwa bisa saja berpindah tempat dan melintasi jalan yang dibuat oleh perusahaan nikel itu", kata juru kampanye PROFAUNA, Swasti Prawidya Mukti.

"PROFAUNA menolak adanya pabrik pengolahan nikel di dekat kawasan taman nasional Baluran, karena ini mengancam kelestarian satwa liar dan ekosistem yang ada di Baluran. Perusahaan harus membeberkan amdal dari pembangunan itu secara transparan", tegas Swasti.

Kepala Taman Nasional Baluran, Emi Endah Suarni, kepada PROFAUNA membenarkan isu tentang rencana pendirian pabrik pengolahan nikel itu, namun pihak taman nasional belum tahu tentang amdal-nya. Pihak taman nasional berharap agar pembukaan lahan oleh perusahaan nikel itu harus segera dilengkapi dengan pemagaran, sehingga satwa liar yang ada di taman nasional tidak menyeberang ke lahan yang dibuka oleh perusahaan itu.

Taman Nasional Baluran yang mempunyai luas 25.000 ha itu merupakan habitat berbagai jenis satwa liar. Tercatat terdapat 217 jenis burung dan 26 jenis mamalia diantaranya banteng (Bos javanicus javanicus), kerbau liar (Bubalus bubalis), ajag (Cuon alpinus javanicus), kijang (Muntiacus muntjak muntjak), rusa (Cervus timorensis russa), macan tutul (Panthera pardus melas), kancil (Tragulus javanicus pelandoc), dan kucing bakau (Prionailurus viverrinus).

Potensi Bahaya Nikel Secara Ekologi dan Kesehatan

Pada tanggal 12 Januari 2014, presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2014 mengenai kebijakan larangan ekspor bijih nikel mentah sebagai bentuk realisasi dari Undang-undang No.4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (minerba). Undang-undang ini beresensi agar semua bahan baku mineral seperti emas, nikel, bauksit, bijih besi, tembaga, dan batubara mengalami proses nilai tambah sebelum diekspor.

Peraturan ini juga mewajibkan pemilik usaha untuk membangun smelter, sebuah fasilitas pengolahan hasil tambang yang berfungsi meningkatkan kandungan logam seperti timah, nikel, tembaga, emas, dan perak hingga mencapai tingkat yang memenuhi standar. Diharapkan pembangunan smelter ini akan meningkatkan investasi dalam negeri karena fasilitas smelter yang ada saat ini masih terbatas.

Ditilik dari segi lingkungan, ada beberapa efek negatif di balik keberadaan smelter. Pertama, smelter membutuhkan banyak sekali pasokan listrik dan batubara sebagai bahan bakar proses pengolahan. Proses smelting pun pada akhirnya akan menghasilkan konsentrat mineral, serta produk limbah padat berupa batuan dan gas buang SO2. Saat menguap ke udara, maka senyawa SO2 dapat menyebabkan hujan asam yang jika turun ke tanah akan meningkatkan derajat keasaman tanah dan sumber air sehingga membahayakan kelangsungan hidup vegetasi dan satwa.

Salah satu contoh nyata dari kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh smelter adalah peristiwa yang terjadi di Norilsk, Rusia. Dulunya kota ini merupakan kompleks smelting logam berat terbesar di dunia. Dalam setahun lebih dari 4 juta ton cadmium, tembaga, timah, nikel, arsenik, selenium, dan zinc terlepas ke udara. Kadar tembaga dan nikel di udara melebihi ambang batas yang diperbolehkan, dan sebagai akibatnya dalam radius 48 km dari smelter, tidak ada satu pohon pun yang bertahan hidup.

Pada manusia dan satwa, semua jenis senyawa nikel juga dapat menyebabkan iritasi saluran pernapasan, pneumonia, emphysema, hiperplasia, dan fibrosis. Selain itu, percobaan laboratorium membuktikan bahwa senyawa nikel dapat menembus dinding plasenta pada mamalia sehingga dapat mempengaruhi perkembangan embrio dengan risiko kematian dan malformasi. Pada eksperimen berbeda yang dilakukan dengan cara menyuntikkan senyawa nikel pada organ-organ tubuh tertentu pada hewan percobaan, didapati munculnya sel-sel kanker akibat mutasi yang dialami oleh jaringan tubuh.

Ayo Dukung Petisi Save Baluran!

Tunjukan kepedulian anda terhadap pelestarian ekosistem Taman Nasional Baluran dengan turut mendukung petisi online untuk menyelamatkan Baluran, cek petisinya di link berikut: https://www.change.org/p/presiden-ri-bapak-joko-widodo-tolak-pabrik-pengolahan-nikel-save-baluran-national-park?recruiter=148860100&utm_campaign=mailto_link&utm_medium=email&utm_source=share_petition

Informasi lebih lanjut, silahkan hubungi:

Swasti Prawidya Mukti, Campaign Officer PROFAUNA

Email: asti@profauna.net, Hp 08563693611

© 2003 - 2024 ProFauna Indonesia

ProFauna Indonesia (Temukan kami di Google+) adalah lembaga independen non profit berjaringan internasional
yang bergerak dibidang perlindungan dan pelestarian satwa liar dan habitatnya.