- English
- Bahasa Indonesia
Pembalakan Liar Marak di Hutan Lindung Sendiki, Bagaimana Solusinya?
Artikel ini telah tayang di Mongabay tanggal 3 Februari 2020
Mochamad Firman, melintas jalan desa menuju hutan lindung Sendiki, Desa Tambakrejo, Sumber Manjing Wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Mengendarai motor RX King, Ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) ini bersama sejumlah relawan Protection of Forest and Fauna (Profauna) Indonesia, tengah barpatroli. Mereka memantau hutan lindung tersisa di Malang Selatan. Mereka menyebar, sebuah radio jadi media berkomunikasi.
"Setiap pekan, minimal empat kali patrol hutan lindung Sendiki," kata Erik Yanuar, Komandan Ranger sekaligus juru kampanye Profauna Indonesia, pekan lalu. Sejumlah jurnalis ikut serta dalam dalam patroli itu.
Paving sejauh 500 meter terpasang rapi di jalan hutan lindung, tanah masih basah diperkirakan paving belum lama terpasang.
Tak ada yang bertanggungjawab dan mengakui memasang paving. Saat musim hujan, jalur menuju hutan becek tergenang air. Ia diperkirakan jalan paving sengaja dipasang, untuk memudahkan pelaku perambah hutan masuk ke hutan. "Sengaja dipasang agar mudah menapaki jalan dengan bermotor," katanya.
Sepanjang jalan, sejumlah pohon terlihat kulit terkelupas. Ada yang sengaja mengelupas kulit pohon agar mati. Ada juga sejumlah bagian bawah gosong bekas terbakar. "Kulit dikelupas sebagai tanda, sekaligus membunuh pohon," katanya.
Menurut Erik, ada cara pelaku pembalakan liar "meracuni" dengan cara menyuntik cairan roundup herbisida di akar dan bagian batang pohon. Roundup biasa digunakan petani membasmi gulma atau rumput di lahan pertanian. Puluhan batang pohon tumbang, bergelimpangan di sejumlah titik, tersebar di hutan lindung Sendiki.
Jalan masuk hutan lindung Sendiki terbuka, wisatawan Pantai Sendiki dipastikan dilintasi jalan utama ke pantai. Hutan lindung Sendiki seluas 638 hektar ini hutan lindung tersisa di pesisir selatan Kabupaten Malang. Hutan lindung dalam hak pengelolaan Perum Perhutani.
Lokasi pembakalan berada di petak 68D, di Resor Polisi Hutan (RPH) Sumber Kembang, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Sumbermanjin. Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Malang, BKPH Sumbermanjing, RPH Sumber Kembang. Lahan yang terbuka ditanami tanaman semusim mulai pisang, jagung, kacang tanah dan padi gogo.
Pembalakan ini, kata Erik, terjadi sejak dua tahun terakhir. Penebangan pohon di hutan lindung ini dilakukan berkelompok. Selama patroli delapan kali bertemu langsung dengan pelaku, temuan ini telah dilaporkan ke polisi hutan Perum Perhutani. "Tadi malam masih terdengar suara chainsaw (gergaji mesin)," katanya.
Suara raungan gergaji meskin diperkirakan sekitar pukul 03.00 dini hari. Sedangkan mereka mengangkut kayu hasil tebangan, setelah magrib. Gelondongan kayu diangkut dengan sepeda motor modifikasi. Gelondongan atau balok kayu dipotong sekitar dua meter agar tak menarik perhatian kala mengangkutnya.
Mereka bekerja berkelompok, satu kelompok terdiri atas sembilan orang. Ada yang bertugas memilih pohon, memotong, dan mengangkut. Kadang setelah dipotong, pohon dibiarkan dulu agar terlihat seolah tumbang karena tua, akar rapuh, terbakar atau mati.
"Mereka hanya suruhan, ada pengepul. Pekerja lapangan memiliki peran berbeda ada yang menebang dan mengangkut," katanya. Ini sebagai trik mengurangi risiko ditangkap.
Setelah lahan terbuka, petani masuk dengan menanam cengkih, pisang, padi gogo dan kacang tanah. Erik menduga, kayu diangkut keluar, ke empat pengepul kayu. Ia berusaha menggali informasi ke mana kayu dijual.
Jenis pohon yang ditebang menurut istilah lokal antara lain kayu abangan, uris-urisan, jindong dan bendo. Pelaku sengaja memilih pohon besar dan berharga mahal. Bukaan hutan terus meluas, bahkan lebih luas di bagian dalam. Terlihat utuh di luar, di dalam habis ditebangi. Sekitar 50%-an hutan lindung Sendiki rusak.
Pemburu dan petani penggarap
Sepanjang perjalanan masuk ke hutan ditemukan pohon tumbang. Sebagian dipotong dua meter dan jadi kayu balok siap angkut. Patroli KTH dan Profauna Indonesia menemukan pohon dipotong berdiamater 60 centimeter dengan panjang 20 meter, tampak juga tumpukan balok kayu.
Mereka berpapasan dengan seseorang menenteng senjata laras panjang kaliber 4,5 milimeter. Sebuah sepeda motor terparkir di tepi jalan. Pemburu yang mengaku bernama Subandi asal Desa Pamotan, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang, sejauh lima kilometer dari lokasi. Dua tupai diikat di ikat pinggang.
Ranger Profauna menghampiri dan mengingatkan larangan berburu di hutan lindung. Terjadi dialog, agar pemburu keluar dari sana. "Lain kali gak boleh berburu di hutan lindung. Ada sanksi hukum lima tahun. Pendekatan baik-baik, gak mau dipenjara kan," kata Rosek Nursahid, Ketua Profauna.
Subandi mengaku tak tahu hutan berburu ini hutan lindung. Dia juga tak tahu konsekuensi kalau melanggar. Lelaki yang bekerja di pabrik selep padi ini tak akan mengulangi. "Mencari tupai ada permintaan untuk obat kencing manis. Untuk keluarga saja. Mohon maaf," katanya sembari berlalu meninggalkan hutan.
Masuk makin dalam, ditemukan hutan terbuka. Pepohonan bergelimpangan, tumbang tak teratur. Lahan terhambar berganti padi gogo, pisang dan kacang tanah. Sebuah selang memancarkan air menyirami padi gogo. Sebuah gubuk berdiri di antara tanaman padi gogo.
Bertemu petani bernama Paidun, warga setempat. Dia telah mendapat izin bertanam padi di kawasan hutan ini. Lahan kering, hingga dia menarik air sungai sekitar dengan selang. Dia tak tahu siapa yang memotong pohon. "Dapat izin menanam dari mantri hutan Sumber Kembang. Saya berani menanam karena ada rapat bersama Perhutani. Kalau tidak saya bisa dihukum," katanya.
Sudah setahun terakhir dia menggarap lahan di hutan lindung Sendiki. Sebelumnya, dia tanami cabai. Dia berencana menanami hutan ini dengan buah-buahan dan pepohonan seperti sengon, cengkih dan kopi. Hutan ini, katanya, bakal dikelola masyarakat.
Petani penggarap ini tak memiliki lahan pertanian ini. "Saya hanya mengelola," katanya. Hasil dari tanaman, katanya, dengan model bagi hasil. Petani mendapat bagian 10% dari setiap produksi.
Banjir dan krisis air
Sejak terjadi pembalakan liar, suhu udara menjadi panas. Masyarakat terdekat di Desa Tambakrejo, mengalami krisis air dan banjir rob pada Desember 2018. Air laut kembali ke sungai yang membelah desa, hingga menenggelamkan 100 rumah. Banjir rob terjadi, katanya, tak ada pepohonan yang membendung. Rumah di titik terendah terendam.
"Anak saya tidur di ranjang yang terendam air," kata Mochammad Firman, Ketua KTH Maju Mapan Desa Tambakrejo. Warga juga harus membeli air minum, hingga mengeluarkan uang ekstra. Satu tangki 550 liter Rp80.000 atau dua tangki Rp125,000. Dulu, kalau kemarau kawasan sumber jading selalu ada air. "Sekarang sumber mati," katanya.
Mata air tak ada lagi, sumur warga pun mengering. Dulu, katanya, sumber mata air di sekitar hutan tak pernah mati. Air terus mengalir. "Air makin sulit. Ini paling parah."
Mata air tetap mengalir, katanya, kalau hutan lestari, Hutan terjaga dan ditanami lagi. Harapan warga, hutan tak ditebang hingga air mengalir dan tak ada banjir. Firman pun turut terpanggil bersama Profauna Indonesia, berpatroli menjaga hutan.
Dia bersama petani hutan tengah mengajukan izin perhutanan sosial di hutan lindung Sendiki. Konsepnya, hutan tetap menjaga hutan hingga secara ekologi terjaga. Masyarakat bisa mendapat keuntungan ekonomi dengan menanam di sela pepohonan dan paket wisata hutan.
Petani berjanji, mengelola hutan tanpa merusak hutan lindung. Hutan terjaga, pepohonan dengan hutan jenis hiterogen, seperti lalaban, bendo, beringin, dan miri. Menurut dia, hutan lindung Sendiki, dulu bagus, banyak pepohonan besar jadi habitat aneka jenis burung dan banteng (bos javanicus). Sisi timur berbatasan dengan Desa Tambak Asri, sudah jadi kebun kopi, cengkih dan pisang.
Saat ini, KTH Maju Mapan mendapat hak pengelolaan hutan seluas 289 hektar, 30 hektar hutan lindung dan 259 hektar hutan produksi. Hutan lindung Sendiki diajukan dalam perubahan izin itu.
KTH Maju Mapan beranggotakan 1.100 petani. Mereka telah membangun empat tempat kebun bibit rakyat (KBR).
Ribuan bibit tanaman telah dibagikan. Sekitar 70% kawasan hutan dihutankan kembali. Jenis tanaman meliputi sengon, sirsak, alpukat, nangka dan petai. Sedangkan, hutan lindung ditanam pohon lokal jadi hutan heterogen. Setiap hektar lahan ditanam sengon 100 batang dan buah 400 pohon.
Sedangkan sebagian masih menunggu musim hujan. Petani tak sabar menunggu untuk menanam pohon. Tahap awal ada 120 petani terlibat. Petani mengelola lahan antara 0,25 hektar-1,5 hektar. Bagian bawah tegakan bakal ditanam aneka jenis tanaman seperti jahe, laos, kunyit, sereh dan temu lawak.
Patroli Perhutani
Tak sengaja di dalam hutan patrol Profauna Indonesia dan KTH Maju Mapan, bertemu dengan tujuh personil polisi hutan Perum Perhutani KPH Malang. Mereka tengah berpatroli dan mengamankan hutan lindung itu.
Komandan Regu Polisi Hut Mobil KPH Malang Suryanto bilang tengah mengintensifkan patroli di daerah rawan pembalakan. "Saya ngamuk, ada paving. Tapi mencabut paving tidak menyelesaikan masalah. Nanti dianggap arogan," katanya.
Dia melaporkan ke pimpinan untuk mencari solusi. Kebijakan menjadi wewenang pimpinan Perhutani. Sebagai pelaksana lapangan, dia telah melaporkan temuan, seperti marak pembalakan di kawasan hutan lindung Sendiki.
Suryanto mengajak, Profauna bekerja sama agar pembalakan tak terulang. Keterbatasan personil menjadi alasan klasik. Mereka hanya memiliki delapan personil polisi hutan untuk menjaga 70.000 hektar KPH Malang. "Jangan sampai habis. Jika, ada temuan laporkan ke mantri dan asper," katanya.
Dia bilang, kalau menemukan pelaku pembalakan, akan tangkap dan serahkan ke polisi. Perum Perhutani, tak memiliki wewenang memproses hukum.
Petani jaga hutan
Rosek bakal mendampingi petani yang tergabung dalam KTH Maju Mapan mengelola hutan lindung Sendiki kalau mendapat izin perhutanan sosial. Warga, katanya, bisa mengembalikan hutan lindung Sendiki, jadi hutan sebagai habitat aneka burung dan satwa langka. Dengan begitu, katanya, fungsi ekologis hutan dalam menyediakan oksigen, dan menyimpan air tetap terjaga.
Tahap awal, harus setop pembalakan hutan. Di lapangan, kata Rosek, seolah seperti terjadi pembiaran. Bukti penjarahan menyolok terjadi di tepi jalan. Pemerintah dan Perum Perhutani, katanya, sebagai pengelola hutan lindung, tak bertindak signifikan.
Terjadi pembiaran, kata Rosek, bentuk kegagalan Perhutani mengelola hutan. Terbukti hutan yang dikelola perusahaan negara ini hanya berorientasi ekonomi. Kalau hutan lindung yang tak bisa dipanen, dibiarkan. Dia meminta, pemerintah meninjau ulang pengelolaaan hutan oleh BUMN ini.
Masyarakat tergantung hidup dari alam. Dampak kerusakan sudah terasa. Air sumur menipis, sumber air mati dan banjir bandang. "Siapa yang merasakan? Masyarakat. Laju deforestasi ini terdampak kepada masyarakat sekitar hutan," katanya.
Mulai 1990, Profauna Indonesia masuk ke hutan lindung Malang Selatan. Melalui program inventarisasi elang Jawa pada 1994-1998 memantau di hutan lindung mulai Banyuwangi hingga Malang.
Saat pengamatan di Malang, terlihat rangkong terbang berkelompok 20-30, seperti rangkong kangkareng perut putih (Anthracoceros albirostris), julang emas (Aeros undulatus) dan rangkong badak (Buceros rhinoceros). "Sekarang satu saja sulit," katanya.
Mulai Lebakharjo, Pujiharjo, dan Kondang Merak, banyak merak dan banteng. Termasuk hutan Sendiki juga ada banteng. Kalau indikator biologi tak ada, kata Rosek, berarti ada yang salah. Perburuan satwa beriringan dengan laju deforstasi. Setelah hutan terbabat, akses mudah pemburu naik bermotor membawa senjata.
"Ranger Profauna, pernah menghadang puluhan pemburu yang bakal masuk hutan lindung Sendiki."
Kalau hutan pulih, insting alami satwa akan kembali. Di Petungsewu Wildlife Education Center (PWEC) ladang tak produktif ditanami berbagai jenis tanaman, 200 jenis pohon. Kini, beragam satwa dari hutan Gunung Kawi, seperti monyet, lurung Jawa mampir. Bahkan, terdata ada 50 jenis burung. Otomatis, kalau tersedia pakan alami dan pohon tempat bersarang, satwa akan datang.
Peluang petani mengelola hutan terbuka sejak 2016, dengan program perhutanan sosial. Rakyat yang diberi peluang pengelolaan hutan tetap menjaga hutan lindung. Bukan membabat, tetapi mengelola demi kelanjutan hutan lestari.
Dia optimistis kalau warga dapat pendampingan akan berhasil. Untuk mengembalikan hutan lindung Sendiki disediakan bibit 60.000 batang.
KBR bakal merangkap sebagai pos lapangan mengawasi dan mencegah pembalakan. Secara ekonomi, masyarakat bisa memanen buah dengan tanaman keras seperti sirsak, alpukat, petai, dan nangka. Sedangkan pohon tetap terjaga dan lestari namun tetap berguna secara ekonomi. Jangka panjang, katanya, dibangun konsep ekoturisme terbatas yang tak merusak hutan.
Dia bilang, sejumlah negara sudah lakukan seperti Kenya, Tanzania, dan Afrika Selatan. Mereka mampu menyelamatkan kawasan konservasi melalui ekoturisme. Jutaan turis datang mengamati satwa liar langsung di habitat. Harapannya, tak ada lagi, perburuan dan perambahan.
Pendekatan sama oleh Profauna Indonesia di Maluku Utara untuk mencegah penangkapan kakatua. Para penangkap kakatua direkrut menjadi pemandu wisata pengamatan burung. "Catatannya, masyarakat diberi kepercayaan. Penebangan dihentikan," katanya.
Tanpa ada izin perhutanan sosial, katanya, rakyat tak bisa mewujudkan hutan lindung yang lestari. Kalau ada izin, petani akan berpatroli, dan memasang papan larangan berburu.
Hutan lindung Sendiki, menyimpan kekayaan satwa dan burung liar, 40 jenis terindentifikasi. Ia bisa jadi atraksi wisata bird watching atau pengamatan burung. Peminat mungkin tak banyak, namun wisatawan asing rela membayar mahal untuk mengamati burung endemik..
Selain itu, ada kecenderungan anak muda berlibur ke alam tinggi untuk selfie atau berswafoto. Selain bangun canopy trail pengunung bisa berjalan di atas pepohonan.
"Pasti banyak tertarik. Juga pondok wisata, dan menginap ala survival," katanya.
Artikel terkait: