Kepmen Kehutanan dan Perkebunan No. 104/KPTS-II/2000

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN
Nomor: 104/Kpts-II/2000

TENTANG

TATA CARA MENGAMBIL TUMBUHAN LIAR DAN MENANGKAP SATWA LIAR

MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

Menimbang:
  1. bahwa dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 telah ditetapkan ketentuan tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar;
  2. bahwa sebagai pelaksanaan lebih lanjut ketentuan Pasal 4 ayat (3), Pasal 8 ayat (2), Pasal 23, Pasal 29, dan Pasal 30 ayat (2) Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud huruf a, maka dipandang perlu menetapkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan tentang Tata Cara Mengambil Tumbuhan Liar dan Menangkap Satwa Liar.
Mengingat:
  1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990;
  2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994;
  3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997;
  4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999;
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1994;
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999;
  7. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999;
  8. Keputusan Presiden Nomor 43 Tahun 1978;
  9. Keputusan Presiden Nomor 100 Tahun 1993;
  10. Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1998 jo Keputusan Presiden Nomor 192 Tahun 1998;
  11. Keputusan Presiden Nomor 355/M Tahun 1999;
  12. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 002/Kpts-II/2000.

M E M U T U S K A N

Menetapkan:

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN TENTANG TATA CARA MENGAMBIL TUMBUHAN LIAR DAN MENANGKAP SATWA LIAR.

Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan:

  1. Pengambilan tumbuhan liar adalah kegiatan memperoleh tumbuhan dari habitat alam dengan cara yang tidak merusak populasi, mencabut, menebang, memiliki seluruh atau sebagian individu tumbuhan untuk kepentingan pemanfaatan.
  2. Penangkapan satwa liar adalah kegiatan memperoleh satwa lair dari habitat alam dengan cara yang tidak merusak populasinya untuk kepentingan pemanfaatan di luar kegiatan perburuan.
Pasal 2
  1. (1)Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar dapat dilaksanakan dalam bentuk:
    1. Pengkajian, penelitian dan pengembangan;
    2. Penangkaran;
    3. Perdagangan;
    4. Peragaan;
    5. Pertukaran;
    6. Budidaya tanaman obat-obatan; dan
    7. Pemeliharaan untuk kesenangan.
  2. (2)Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan terhadap jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi atau yang tidak dilindungi, dan dapat berasal dari habitat alam.
Pasal 3

Tata cara pengambilan tumbuhan liar dan penangkapan satwa liar yang dilindungi undang-undang dari habitat alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diatur sebagai berikut:

  1. Permohonan disampaikan kepada Menteri Kehutanan dan Perkebunan dengan tembusan Direktur Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam dan Ketua LIPI;
  2. Berdasarkan pertimbangan teknis Direktur Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam dan Ketua LIPI, Menteri dapat menolak atau menyetujui permohonan tersebut dalam waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak pertimbangan teknis diterima.
  3. Direktur Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam dalam memberikan pertimbangan teknis wajib memperhatikan kuota penangkapan dan pengambilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
Pasal 4

Tata cara pengambilan tumbuhan liar dan penangkapan satwa liar yang tidak dilindungi untuk keperluan perdagangan diatur sebagai berikut:

  1. Permohonan disampaikan kepada Direktur Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan dan Perkebunan setempat.
  2. Berdasarkan pertimbangan teknis dari Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Direktur Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam dapat menolak atau menyetujui permohonan tersebut dalam waktu paling lambat 6 (enam) hari kerja sejak pertimbangan diterima.
  3. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan dan Perkebunan dalam memberikan pertimbangan teknis wajib memperhatikan kuota penangkapan dan pengambilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
Pasal 5

Tata cara pengambilan tumbuhan liar dan penangkapan satwa liar yang tidak dilindungi dari habitat alam selain untuk keperluan perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diatur sebagai berikut:

  1. Permohonan disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan dan Perkebunan setempat dengan tembusan kepada Kepala Balai/Unit KSDA.
  2. Berdasarkan pertimbangan teknis Kepala Balai/Unit Konservasi Sumber Daya Alam, Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan dan Perkebunan setempat dapat menolak atau menyetujui permohonan tersebut dalam waktu paling lambat 6 (enam) hari kerja sejak pertimbangan diterima.
  3. Kepala Balai/Unit dalam memberikan pertimbangan teknis wajib memperhatikan kuota penangkapan dan pengambilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
Pasal 6

Pengambilan tumbuhan liar dan penangkapan satwa liar yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat diberikan kepada:

  1. Perorangan;
  2. Lembaga yang bergerak dalam bidang pengkajian, penelitian dan pengembangan;
  3. Badan usaha;
  4. Koperasi;
  5. Lembaga Konservasi;
  6. Lembaga Swadaya MAsyarakat.
Pasal 7
  1. (1)Izin pengambilan tumbuhan liar dan penangkapan satwa liar baik yang dilindungi maupun tidak dilindungi berlaku paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang.
  2. (2)Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada pejabat yang berwenang paling lambat 2 (dua) minggu sebelum masa berlaku izin berakhi yang dilengkapi dengan laporan realisasi penangkapan sebelumnya dan disertai berita acara penangkapan.
Pasal 8
  1. (1)Setiap pemegang izin mengambil tumbuhan liar dan menangkap satwa liar yang sudah melaksanakan kegiatannya wajib melaporkan hasilnya kepada Kepala Balai/Unit KSDA.
  2. (2)Kepala Balai/Unit KSDA wajib melaporkan seluruh hasil tangkapan kepada Direktur Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam.
  3. (3)Tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam.
Pasal 9
  1. (1)Direktur Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam menetapkan daftar jenis tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi atas dasar klasifikasi yang boleh dan yang tidak boleh ditangkap untuk diperdagangkan.
  2. (2)Penetapan daftar klasifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memperhatikan:
    1. Perkembangan upaya perlindungan jenis tumbuhan dan satwa liar yang disepakati dalam konvensi internasional;
    2. Upaya-upaya konservasi yang dilakukan di Indonesia; dan
    3. Kepentingan pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar.
Pasal 10
  1. (1)Direktur Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam menetapkan kuota pengambilan dan penangkapan setiap jenis dan jumlah tumbuhan dan satwa liar yang dapat diambil atau ditangkap dari alam untuk setiap kurun waktu 1 (satu) tahun, berlaku mulai 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
  2. (1)Kuota pengambilan dan penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) minggu sebelum masa berlakunya kuota.
  3. (1)Penetapan kuota pengambilan dan penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memperhatikan pertumbuhan populasi tumbuhan dan satwa liar pada wilayah habitat yang bersangkutan.
  4. (1)Wilayah habitat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh Kepala Kntor Wilayah Departemen Kehutanan dan Perkebunan dengan memperhatikan rekomendasi dari Balai.
  5. (1)Wilayah habitat ditetapkan dengan mempertimbangkan kriteria kelimpahan dan kemungkinan dilakukannya rotasi penangkapan.
Pasal 11
  1. (1)Direktur Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam menetapkan kuota setiap jenis dan jumlah tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi untuk keperluan perdagangan dalam setiap kurun waktu 1 (satu) tahun.
  2. (1)Penetapan kuota perdagangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berasal dari kuota pengambilan dan penangkapan dari alam dan hasil penangkaran.
  3. (1)Kuota perdagangan ditetapkan atas dasar kebutuhan perdagangan dalam negeri dan untuk tujuan ekspor.
Pasal 12
  1. (1)Pemegang izin yang telah melaksanakan kegiatannya sebelum keputusan ini ditetapkan tetap berlangsung dengan ketentuan kegiatan yang bertentangan dengan keputusan ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
  2. (1)Petunjuk teknis atau petunjuk pelaksanaan lebih lanjut keputusan ini ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam.
Pasal 13

Dengan ditetapkannya keputusan ini, maka Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 62/Kpts-II/1998 tentang Tata Usaha Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar dinyatakan tidak berlaku lagi, sepanjang sudah diatur atau bertentangan dengan keputusan ini.

Pasal 14

Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di: Jakarta
pada tanggal: 8 Mei 2000

MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,
ttd
Dr. Ir. NUR MAHMUDI ISMA'IL, MSC.

Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO HUKUM DAN ORGANISASI,
ttd
SOEPRAYITNO, SH.
NIP. 080020023


Salinan keputusan ini disampaikan kepada Yth.:

  1. Sdr. Para Menteri Kabinet Persatuan Nasional;
  2. Sdr. Pejabat Eselon I lingkup Departemen Kehutanan dan Perkebunan;
  3. Sdr. Gubernur Kepala Daerah Tk. I seluruh Indonesia;
  4. Sdr. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan dan Perkebunan seluruh Indonesia;
  5. Sdr. Kepala Balai KSDA/Taman Nasional, seluruh Indonesia;
  6. Sdr. Kepala Unit KSDA/Taman Nasional, seluruh Indonesia.
© 2003 - 2024 ProFauna Indonesia

ProFauna Indonesia (Temukan kami di Google+) adalah lembaga independen non profit berjaringan internasional
yang bergerak dibidang perlindungan dan pelestarian satwa liar dan habitatnya.