Perdagangan Primata di Palembang, Sumatera Selatan
Perdagangan primata di Palembang, Sumatera Selatan semakin memperihatinkan, karena setiap bulannya dijual puluhan ekor primata termasuk jenis yang dilindungi seperti kukang (Nycticebus sp) dan siamang (Hylobates syndactilus). Laporan terbaru ProFauna Indonesia dan International Primate Protection League (IPPL) yang diluncurkan pada awal Juli 2012 menunjukan bahwa Palembang menjadi kota penting dalam jaringan perdagangan primata di Indonesia, karena primata tersebut juga dikirim ke beberapa kota besar di Jawa seperti Jakarta dan Yogyakarta.
Perdagangan primata di Palembang tersebut terpusat di Pasar 16 Ilir. Selama bertahun-tahun Pasar 16 Ilir ini menjadi pusat perdagangan aneka jenis satwa langka di Sumatera. Meskipun pasarnya kecil, namun di tempat ini dengan mudahnya ditemui berbagai jenis satwa liar yang dijual antara lain kukang, siamang, trenggiling, kancil, elang, lutung, monyet ekor panjang, dan lain-lain. Dapat dipastikan bahwa asal satwa liar yang diperdagangkan itu adalah hasil tangkapan dari alam, termasuk dari kawasan konservasi alam.
Primata yang diperdagangkan di Palembang bukan hanya dalam keadaan hidup, namun juga untuk diambil daging dan otaknya. Kebanyakan primata yang diambil otaknya adalah jenis monyet ekor panjang. Konsumennya adalah pelaut-pelaut asal China, Taiwan, Vietnam dan Korea yang sedang berlabuh di pelabuhan Palembang. Dalam seminggu setidaknya ada 10 ekor monyet yang dibunuh dengan keji untuk diambil otaknya.
Laporan lengkap tentang perdagangan primata di Palembang ini bisa diperoleh di link berikut: Laporan Perdagangan Primata di Palembang, Sumatera Selatan
Film yang menunjukan perdagangan dan pembunuhan primata tersebut bisa dilihat di link berikut (Perhatian, film ini berisi adegan kekejaman terhadap binatang): Film perdagangan primata di Palembang
Perlu Penegakan Hukum
Menurut Undang Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, perdagangan jenis satwa dilindungi (seperti kukang, lutung dan siamang) adalah dilarang dan pelanggarnya bisa diancam dengan hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta. Sementara itu meskipun monyet ekor panjang bukanlah jenis satwa yang dilindungi, namun menurut UU no 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, disebutkan bahwa setiap orang dilarang mengeluarkan, membawa atau mengangkut satwa liar yang tidak dilindungi dari kawasan hutan tanpa ijin.
Perdagangan primata baik hidup maupun mati, harus segera dihentikan, karena selain ini melanggar aturan hukum yang ada, juga sarat dengan tindakan kekejaman terhadap satwa. Bantu ProFauna untuk menghentikan perdagangan dan pembunuhan primata di Indonesia dengan menulis surat ke alamat berikut ini:
Gubernur Propinsi Sumatera Selatan
Jl. Kapten A Riai No 1 Palembang, Indonesia
Fax. 0711-352105
Mr. Zulkifli Hasan SE. MM
Menteri Kehutanan Republik Indonesia
Gedung Manggala Wanabakti Blok I Lt. 3
Jl. Jend. Gatot Subroto Jakarta, Indonesia 10270
Email: menhut@dephut.go.id