Isu Satwa Liar, Politik dan Masa Depan Bangsa Indonesia
Oleh: Rustam (peneliti satwa liar dan kehutanan, advisory board ProFauna)*
Konflik satwa dan manusia hubungannya dengan penguasaan kawasan juga sering terjadi di Kalimantan. Penyebabnya juga sama, lahan yang diokupansi. Cerita perlindungan satwa juga tampak seperti jargon pencitraan, tidak perlu jauh bicara tentang pelestarian habitat, perburuan dan jual beli satwa liar dan produk satwa yang dilindungi terus saja terjadi.
Habitat satwa adalah seluruh faktor lingkungan alami yang mendukung keberadaan satwa hingga mampu survive dan berkembang biak. Keberadaan satwa pada kawasan tertentu juga menandakan kualitas dan keadaan kawasan tersebut, satwa dikenal sebagai bio indikator. Contoh Tikus rumah (Ratus ratus) tak akan ditemukan di hutan alami, demikian pula Tikus hutan (Leopoldamys sabanus) tak akan pernah ditemukan di rumah atau sekitar pemukiman penduduk.
Semua memiliki fungsi sesuai dengan kondisi dan daya dukungnya sehingga terus terjadi keseimbangan ekologi. Jika terjadi gangguan pada salah satu faktor, maka akan mempengaruhi faktor yang lain sehingga akan terjadi adaptasi, atau terjadi ketidakseimbangan ekologi dan atau hilang sama sekali (punah). Sehingga jika kita ingin bicara tentang keragaman hayati sebenarnya tidak berpengaruh langsung terhadap habitat, tetapi sebaliknya keberadaan habitat sangat berpengaruh terhadap keragaman hayati. Kecenderungannya adalah tipe habitat yang berbeda juga akan dihuni oleh jenis satwa yang berbeda.
Perlindungan satwa oleh peraturan perundang-undangan sayangnya tidak diikuti oleh perlindungan habitat. Perlindungan habitat tidak dinyatakan secara eksplisit dalam peraturan perundangan, namun sering diterjemahkan sebagai kawasan konservasi dan lindung, dalam bentuk hutan lindung dan hutan konservasi. Sehingga seolah-olah satwa liar dilindungi jika berada dalam hutan konservasi dan lindung.
Namun masalahnya, satwa tidak mengenal batas-batas status hutan tersebut sehingga banyak satwa ditemukan di luar dua kawasan tersebut, seperti dalam kawasan konsesi hak pengusahaan hutan (HPH), perkebunan, pertambangan dan pemukiman yang dibuka di areal berhutan. Faktor uang dan peningkatan ekonomi dalam waktu singkat, seperti halnya MP3EI akan mengalahkan segalanya termasuk kepentingan satwaliar.
Sebenarnya seberapa penting isu habitat dan satwa liar ini terhadap perekonomian bangsa yang sedang giat-giatnya dibangun ini. Pengetahuan klasik menyatakan bahwa kepedulian terhadap satwa lebih kepada etika (termasuk perintah agama), dan fungsi ekologi satwaliar di alam sebagai penyebar biji dan lainnya yang tampaknya tidak sangat menarik dibicarakan generasi sekarang yang kental dengan hal-hal yang berbau instant.
Namun perkembangan terakhir, isu satwaliar telah masuk dalam politik konservasi yang dapat mempengaruhi politik perdagangan internasional. Isu lingkungan dapat mempengaruhi ekonomi suatu negara, misalnya boikot produk sawit, sertifikasi kayu, hingga perdagangan karbon.
Walaupun penuh intrik dan muatan kapitalis, namun isu lingkungan ini membuka wacana bahwa hubungan internasional juga dapat dipengaruhi oleh pelestarian satwa dan lingkungan. Masih segar ingatan kita ketika produk sawit Indonesia sempat diboikot oleh pembeli utama sawit dunia Unilever karena ada demontrasi kebun sawit Indonesia berada pada kawasan konservasi, atau demontrasi pembatalan pesta sepakbola Euro 2012 karena negeri tuan rumah membunuh anjing yang berkeliaran untuk kenyamanan penyelenggaraan pesta sepakbola benua biru tersebut. Atau bagaimana aksi Pamela Anderson artis holywood nan sensual yang memilih tidak berpakaian daripada harus memakai pakaian dari kulit binatang. Atau bagaimana begitu kuatnya tekanan terhadap Jepang dari beberapa negara barat karena perburuan lumba-lumba dan paus.
Oleh karena itu, satwa tidak lagi sekadar isu keragaman hayati, habitat, konservasi dan perlindungan, tetapi sudah menjadi bagian isu global yang dapat mempengaruhi hubungan antar negara yang ujung-ujungnya berpengaruh terhadap ekonomi.
Tidak ada yang salah dengan pembangunan jika dilakukan dengan cara bijak. Meminimalisir dampak lingkungan adalah target utama setiap proyek pembangunan. Namun harus dilakukan dengan hati. Indonesia negeri kaya yang tak pernah kekurangan orang cerdas. Memperhatikan dan mengutamakan kepentingan satwa liar merupakan investasi ekologi dan ekonomi yang luar biasa besar untuk generasi sekarang terlebih lagi untuk generasi yang akan datang.
Negara kita bisa melakukannya bahkan lebih dari espektasi siapa pun dan negara manapun di dunia, karena kita punya segalanya. Indonesia tidak sekadar memiliki Kalimantan dengan "sejuta danaunya", namun mestinya kita juga tahu bahwa Indonesia punya "semilyar hati". Merdeka!
*) tulisan merupakan opini penulis