- English
- Bahasa Indonesia
Mitigasi Mencegah Konflik Primata dan Petani Hutan di Lereng Gunung Arjuna
Perambahan hutan untuk ladang pertanian semakin marak di lereng Gunung Arjuna, Jawa Timur. Perambahan ini semakin meningkat dalam sepuluh tahun terakhir ini, bahkan mulai masuk ke area hutan lindung yang diperuntukan untuk mencegah longsor, mencegah banjir dan menjaga sumber air.
Sebagian besar hutan yang dirambah tersebut diubah menjadi lahan pertanian dengan tanaman seperti wortel, kol dan kentang. Dalam lima tahun terakhir, hutan yang dirambah tersebut juga ditanami tanaman jeruk. Perambahan hutan tersebut terjadi pada hutan produksi yang didominasi pohon pinus dan juga hutan lindung yang ditumbuhi beragam jenis pohon hutan.
Perambahan hutan untuk pertanian tersebut bukan saja rawan terjadi bencana alam seperti banjir, tetapi juga mulai muncul konflik antara petani dan primata, khususnya monyet ekor panjang. Lahan bekas hutan yang ditanami komoditas pertanian seperti sayuran, ternyata mengundang monyet ekor panjang masuk ke dalam ladang untuk memakan sayuran tersebut.
Monyet seperti mendapatkan menu makanan baru. Mereka lebih memilih makan tanaman pertanian daripada mencari makanan di dalam hutan. Ratusan monyet akan menyerbu lahan pertanian di dalam kawasan hutan tersebut ketika musim panen tiba.
Petanipun menganggap monyet tersebut sebagai hama yang wajib dibunuh. Sebagian petani bahkan membawa senapan ke ladangnya untuk membunuh monyet yang masuk ladang mereka. Petani yang lain membunuh monyet tersebut dengan cara diracun.
Mencegah Pembunuhan Monyet
Merespon laporan petani hutan tentang masalah monyet tersebut, tim PROFAUNA mengunjungi puluhan ladang petani untuk mencari solusi terbaik menghadapi masalah tersebut. Dengan dukungan dari Internasional Primate Protection League (IPPL), PROFAUNA melakukan mitigasi masalah konflik monyet dan petani hutan tersebut.
PROFAUNA menghimbau kepada petani untuk tidak membunuh monyet tersebut, karena pembunuhan satwa liar di dalam kawasan hutan itu melanggar hukum yang ada. Bagaimanapun juga, akar permasalahan dari konflik tersebut adalah akibat dari dibukanya hutan untuk lahan pertanian.
Beberapa metode telah dicoba untuk menangani konflik dengan monyet tersebut. Mulai dengan membunyikan mercon, memasang boneka mirip orang, memasang benda-benda yang akan berbunyi nyaring jika terkena angin hingga memasang jaring pembatas.
Ternyata cara yang cukup efektif adalah dengan memagari ladang dengan jaring paranet. Jaring ini tidak melukai monyet dan harganya juga relatif tidak terlalu mahal.
Dengan memasang jaring paranet mengelilingi ladang pertanian, ini mampu mencegah sebanyak 80% monyet yang hendak masuk ke ladang. Memang masih ada beberapa ekor monyet bisa masuk ke ladang, namun jumlahnya kecil. Dengan metode ini, petani masih bisa menghasilkan panen, sementara monyet juga tidak perlu dibunuh.
Beralih Komoditas Tanaman
Selain memagari ladang dengan jaring, PROFAUNA juga mendorong petani untuk mulai beralih komoditas tanaman dari sayuran menjadi kopi. Tanaman kopi jauh lebih baik dibandingkan sayuran, karena sayuran adalah tanaman semusim dengan penggunaan pestisida yang tinggi.
Sementara kopi, sistem perakaran jauh lebih baik dibandingkan sayuran dalam hal mengikat tanah, sehingga mencegah terjadinya longsor atau banjir ketika hujan. Tanaman kopi juga tidak mengunakan pestisida atau pupuk buatan. Kebanyakan petani hanya menggunakan pupuk organik yaitu pupuk kotaran kambing atau ayam.
Tanaman kopi juga masih membutuhkan naungan pohon, agar bisa berbuah dengan baik. Beberapa petani di lereng Arjuna telah membuktikan bahwa menanam kopi di bawah tegakan pohon pinus itu masih bagus hal panen kopinya.
PROFAUNA membantu juga menyediakan bibit kopi untuk agroforestri. Bantuan bibit kopi ini gratis diberikan ke masyarakat lokal. Dengan didampingi PROFAUNA, puluhan petani hutan mulai menanam kopi, menggantikan tanaman sayuran.
