Buah Kolaborasi, Petani Hutan Sepakat Rehabilitasi Hutan Lindung Secara Mandiri di 7 Lokasi di Malang Raya
Secara teoritis hutan lindung ditetapkan oleh pemerintah karena fungsinya sebagai penyangga kehidupan, seperti untuk ketersediaan air, mencegah erosi, mencegah banjir dan menjaga kesuburan tanah. Jelas begitu penting arti keberadaan hutan lindung bagi kehidupan masyarakat, karena salah satu fungsi pokoknya adalah menjaga tata air atau ketersediaan air.
Namun antara teori dan aturan hukum, seringkali tidak sejalan dengan kenyataan di lapangan. Faktanya ada banyak hutan lindung di Jawa yang sudah beralih fungsi menjadi lahan pertanian atau perkebunan. Kebutuhan ekonomi seringkali menjadi alasan untuk merambah hutan lindung.
Luasnya kawasan hutan lindung dan minimnya jumlah petugas Perhutani yang mengelola hutan lindung, membuat perambahan hutan lindung tersebut menjadi lebih leluasa dilakukan secara ilegal. Tahu-tahu, sudah ada sekian hektar hutan yang sudah tidak lagi berwujud tanaman pohon berkayu, namun sudah beralih menjadi tanaman sayur-mayur atau kebun pisang. Bahkan penanaman sayur tesebut ada yang berlangsung sudah lebih dari 10 tahun.
Jika hutan lindung sudah beralih menjadi kebun sayur atau kebun pisang, apa yang bisa dilakukan? Jelas itu memang melanggar hukum karena mereka merambah hutan tanpa izin, tapi apakah tindakan penegakan hukum akan menyelesaikan permasalahan? Sementara jumlah petani yang menggarap hutan tersebut di suatu daerah bisa mencapai ratusan orang.
Penegakan hukum bukan menjadi satu-satunya cara dalam menangani kasus perambahan hutan lindung yang melibatkan ratusan petani. Jika penegakan hukum diterapkan maka akan ada ribuan petani yang dipenjara. Konflik sosialpun dikuatirkan akan meledak, yang berujung pada kehancuran hutan yang tersisa.
Salah satu jalan tengah yang bisa ditempuh adalah dengan merangkul petani untuk memulihkan hutan lindung tersebut dengan alih komoditi tanaman, dari tanaman sayur atau pisang menjadi pohon buah-buahan. Dengan demikian petani akan dapat keuntungan ekonomi dari memanen buahnya, namun fungsi pohon dalam menjaga keseimbangan ekosistem itu tetap berjalan.
Cara kolaborasi dengan petani dalam memulihkan hutan lindung itu yang ditempuh oleh PROFAUNA Indonesia. Metode kolaborasi ini mendapatkan dukungan penuh dari Perum Perhutani KPH Malang sebagai pengelola hutan lindung di kawasan Malang Raya. Mulai tahun 2020 hingga Agustus 2021, terdata ada 7 lokasi hutan lindung yang petaninya sepakat untuk berganti tanaman sayu atau pisang ke pohon buah yang berkayu. Tujuh lokasi tersebut berada di Petak 212 Dusun Perinci, Petak 191 di Desa Wagir, Petak 76 di Pringjowo Lereng Arjuna, Petak 73 BidojaliLereng Arjuna, 2 blok di Sendiki di Sumbermanjing Wetan dan hutan lindung Apusan yang ada Kecamatan Sumbermanjing Wetan.
Hadiah Hari Konservasi Alam Nasional
Terbaru, petani yang menyatakan siap memulihkan hutan lindung di lereng Gunung Arjuna adalah petani yang menggarap lahan petak 76 Pringjowo yang berada di ketinggian 1500 meter dpl. Pernyataan petani siap memulihkan hutan lindung tersebut dituangkan dalam surat pernyataan yang ditandatangani petani yang berjumlah 5 orang pada tanggal 10 Agustus 2021, tepat di Hari Konservasi Alam Nasional. Tidak main-main, penandatanganan surat pernyataan tersebut dihadiri juga oleh jajaran Tahura Raden Soerjo, Perhutani KPH Malang, LMDH dan PROFAUNA Indonesia.
Choir Mauluna, kepala resort Tahura R Soerjo setempat, mengatakan, "kami senang jika hutan lindung yang dibawah pengelolaan Perhutani ini bisa dipulihkan fungsinya sebagai hutan lindung, karena lokasinya berbatasan dengan kawasan hutan konservasi Tahura R Soerjo. Jangan sampai perambahan atau penggarapan pertaniannya semakin meluas"
Tonton videonya pada link berikut: video petani sepakat rehabilitasi hutan
Untuk memudahkan koordinasi, petani hutan yang menggarap lahan di Pringjowo tersebut dibentuk kelompok yang diketuai oleh Imam Safii, warga Sidomulyo, Kota Batu. Imam mengatakan, "saya berharap dalam 5 tahun mendatang hutannya sudah pulih kembali dan petani bisa memanen buah-buahan, sehingga tidak lagi menanam sayur. Di tepi lahan garapan juga akan kami tanami pohon-pohon besar seperti sukun atau bendo"
Bersedianya petani hutan untuk menghentikan perluasan lahan pertanian di hutan lindung dan mulai melakukan rehabilitasi hutan, itu tidak terlepas dari upaya intensif dari PROFAUNA Indonesia yang melakukan pendekatan humanis ke petani.
"Dalam soal pelestarian hutan, masyarakat lokal seperti petani hutan ini harus kita rangkul dan menjadi pelaku utama, bukan sekedar sebagai obyek semata. Kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk masyarakat lokal ini menjadi kunci keberhasilan program rehailitasi hutan," kata Rosek Nursahid, Pendiri PROFAUNA Indonesia.
Pendampingan PROFAUNA Indonesia terhadap petani hutan tidak akan berakhir sebatas dari ditandatanganinya kesepakatan rehabilitasi hutan lindung, namun juga akan memberikan bantuan bibit pohon buah dan pohon rimba. Bantuan bibit pohon itu akan juga melibatkan partisipasi mayarakat luas lewat skema program adopsi pohon.
"Kami mengucapkan terima kasih kepada PROFAUNA yang telah membantu kami dalam memulihkan hutan lindung yang sudah dibuat lahan petanian tersebut. Bantuan PROFAUNA ini sangat membantu upaya pelestarian hutan di wilayah kerja kami," kata Bambang Setiyono dari Perhutani RPH Junggo.